Wednesday, October 17, 2012

Chapter 2 (Toizu)

BUK!

Aku pusing sekali, dan kucoba untuk berdiri. Aku tidak tahu di mana aku sekarang, dan apa aku benar-benar sudah di dunia manusia atau belum. Saat kucoba berdiri, aku kembali jatuh. Dan tiba-tiba ada uluran tangan, aku mendongakkan kepala dan dia adalah MANUSIA. Dan dia anak perempuan yang sangat cantik.

"Sini aku bantu," ujar perempuan itu dengan lembut, "Kau pusing kan?"

"I, iya," aku membalas uluran tangannya. "Terima kasih."

Aku masih canggung untuk berbicara pada manusia. Lalu aku berdiri dan dia memegangku karena takut aku kembali jatuh.

"Oh ya, aku Tasha. Kalau boleh tau, siapa namamu?" kata perempuan itu atau Tasha dengan senyumnya yang manis.

"Oh, aku Lifia. Tapi panggil saja aku Fia," kataku sambil membalas senyumnya.

"Ooh, Fia... hey, aku baru melihatmu. Kamu baru ya di kota ini?" tanya Tasha.

"Aku dari Toi, eh, maksudku aku memang dari kota yang lain. Aku pindah ke sini karena aku tersasar," jawabku berbohong.

"Wah, tersasar? Dan kau punya tempat tinggal, Fia?" tanya Tasha lagi.

"Tidak."

"Kalau begitu kau tinggal bersamaku saja Fia!" seru Tasha.

Aku sedikit kaget saat Tasha menawarkanku untuk tinggal di rumahnya. Tapi, lebih baik aku menerimanya. Karena, aku tidak mungkin tidur di pinggir jalan atau tempat yang lebih buruk lagi. Tapi, apa tidak merepotkan?

"Aku mau Sha. Tapi, apa nggak merepotkan?" tanyaku.

"Ah nggak, aku hanya tinggal dengan ibuku. Kami berdua kesepian, kami butuh seorang teman. Kupikir kamu bisa menemaniku di rumah, Fia," jawab Tasha.

"Kalau boleh, tentu saja aku mau," jawabku senang. Tasha tersenyum dan mengajakku untuk ke rumahnya.

Saat aku sampai di rumahnya, aku sedikit aneh dengan rumah ini. Karena, beda sekali dengan rumahku di Toizu atau dunia penyihir. Aku diajak masuk oleh Tasha, dan aku bertemu dengan ibunya. Tasha menjelaskan semuanya tentangku. Dan ibunya mau menerimaku untuk tinggal di rumah Tasha. Dalam hati aku senang karena bertemu teman baru dan langsung mendapat tempat tinggal yang baru. Aku ditunjukkan oleh Tasha kamarku. Bagus banget, dan kuyakin aku bakal betah tinggal di sini.

Hari sudah malam. Kata Tasha, lusa atau hari Senin nanti aku akan memulai sekolah. Aku ingin tau seperti apa itu sekolah? Di dunia penyihir, tidak ada yang namanya sekolah. Aku hanya menjawabnya, tapi sebenarnya dalam hati aku bertanya-tanya apa itu sekolah. Lalu aku tidur. Kuharap hari Senin nanti saat aku ke sekolah aku langsung mengerti apa itu sekolah. Mungkin saja... ya sudah, selamat tidur! Oyasumi~

(to be continued)

Tuesday, October 16, 2012

Chapter 1 (Toizu)

Hai, aku Lifia. Aku seorang penyihir. Aku bisa dibilang penyihir yang pendiam. Aku penyihir yang tinggal di lingkungan manusia. Ada alasan kenapa aku tinggal di lingkungan manusia, bukan tempat penyihir yang ada di luar bumi. Aku mencari keluargaku yang menghilang.  Kata temanku di Toizu, atau nama tempat tinggal penyihir, anggota keluargaku sudah meninggal, dan yang utuh hanya aku seorang. Aku orang yang susah untuk percaya, karena itu aku ke tempat manusia dan belajar di sana sambil menyelidiki tentang keluargaku. Aku mau sedikit bercerita tentang inginnya aku pergi ke bumi.

Ke Bumi
Hari ini aku kembali bangun terlalu pagi seperti biasanya. Aku mengayunkan tangan dan barang-barang atau sampah yang berserakan di lantai kembali ke tempatnya. Lalu aku kembali mengayunkan tangan dan tempat tidur sudah rapi. Lalu aku ke kamar mandi dan mengayunkan tangan, ember yang isinya penuh dengan air langsung menyiramku. Hanya dengan mengeluarkan sihir dari tanganku, aku sudah bersih, wangi, dan rapi. Aku mengambil roti dan memakannya. Setelah itu aku terbang ke luar rumah. Inilah kebiasaanku di Toizu, dan kebiasaan rutin aku yang lain adalah membangunkan penyihir-penyihir yang lain.

Agar tidak capek menghampiri satu-satu rumah penyihir, biasanya aku membunyikan lonceng khusus buatanku untuk membangunkan penyihir yang lain. Dan jika ada yang tidak mau bangun, partikel-partikel dari lonceng itu akan ke rumahnya dan membangunkannya dengan membunyikan lonceng kecil dan akan berhenti sampai penyihir itu bangun. Aku membunyikan lonceng, dan aku menunggu penyihir-penyihir itu sampai keluar dari rumahnya.

Tugas selesai. Aku kembali masuk ke rumah dan melintasi surat dari teman penyihirku yang bernama Ena. Aku jadi teringat isi surat itu, Ena menjelaskan tentang keluargaku. Mereka sudah meninggal, dan aku yang masih utuh. Aku tidak tahu apakah aku punya adik atau kakak atau aku anak tunggal. Itu masih menjadi pertanyaan yang besar.

Tiba-tiba terlintas ide di pikiranku. Aku akan menyelidiki dunia manusia, mungkin saja anggota keluargaku ada yang di sana. Aku tidak percaya dengan perkataan Ena, jadi aku sudah menyusun kapan aku pergi dan sampai kapan aku akan di dunia manusia. Aku memberitahukan niatku ini ke semua penyihir lewat laci yang bisa mengirim ke mana saja. Mereka semua syok dengan ideku itu, aku dengan santai membalas surat mereka satu per satu dan menjelaskan lebih detail kenapa aku ingin ke dunia manusia.

Ena membalas suratku, dia bilang "kau benar-benar ingin ke dunia manusia? Mitos, katanya ada seorang penyihir laki-laki yang mencoba pergi ke dunia manusia. Dia bilang dia hanya 2 hari di sana. Tapi, sudah 2 hari berlalu, sampai sudah bertahun tahun, penyihir itu belum kembali juga. Dan para penyihir berpikir penyihir laki-laki itu meninggal di dunia manusia karena disiksa dan manusia itu makhluk yang jahat. Jadi, kusarankan lebih baik kau tidak ke dunia manusia, Fia."

Walaupun sudah dibujuk berapa kali, aku tetap pergi ke dunia manusia. Karena sudah tidak ada lagi yang bisa membujukku, akhirnya aku benar-benar pergi. Mereka hanya berpesan untuk hati-hati. Kuyakin, mitos itu hanya bohongan. Mungkin memang ada yang ke dunia manusia, tapi dia tidak mati. Mungkin dia akan terus tinggal di dunia manusia, tapi aku tidak tahu. Aku turun dari tanah Toizu untuk masuk ke bumi. Dan aku merasakan gravitasi yang begitu kuat, sampai-sampai aku tidak sadarkan diri. Kupikir inilah akhir hidupku. Mungkin mitos itu benar. Rasanya seperti tubuhku terkena api yang tidak berhenti untuk menyiksaku.

BUK!

(to be continued)